sumber internet |
"Memangnya, friendlist fesbukmu sekarang sudah berapa Sa?", tanyanya.
"Berapa ya, kurang ingat berapa jumlahnya. Kayaknya mendekati angka 2ribu. Memangnya kenapa?", jawabku.
"katakanlah dari 2ribu itu hanya 10 persen saja yang kamu kenal secara offline. Dan dari 10% itu alias 200frens kamu hanya akrab sebanyak 10persennya saja, berarti teman sejatimu di fesbuk itu hanya ada 20 orang saja", ungkapnya dengan wajah yang mulai serius.
"Sekarang bayangkan bila seseorang memberikan komentar pada statusmu, dan ternyata orang itu tidak termasuk dalam teman sejatimu, maka ada 1980fren mu akan menilai berbeda tentang dirimu".
"Sa...... kamu membiarkan dirimu di dzalimi bukan oleh dirimu sendiri. T.E.R.L.A.L.U", lanjutnya.
"Ahhh, seserius itukah saya mendzalimi diri saya sendiri?", gumanku dalam hati.
"Tutup saja akunmu itu, tidak ada manfaatnya", sahut dia dengan nada yang lebih keras.
Sungguh perkataannya kali ini menggangu lamunanku.
"Tutup ?", pekikku dengan mata yang sedikit mendelik.
"Ah gila aja, fesbuk kan kadang kupake jualan juga, dan masih banyak juga kok postingan berita yang memberi wawasan positif", jawabku dengan sedikit bernegosiasi.
"Jualan online?, Oh come on Sa. Kayak gue tidak tau kamu saja. Waktumu sekarang habis terfokus pada Z dan pekerjaan. Atau begini saja, bila kamu berat hati meninggalkan etalase mu ini, gunakanlah dengan bijak. Jadikan ini alat untuk membawa kebaikan buatmu. Bukan untuk membuka aibmu atau aib sodara-sodaramu. Bila tidak, sebaiknya deaktivasikan saja".
"Loh nanti saya gak akan update informasi tentang sahabat-sahabat saya loh. Siapa yang sakit, siapa yang menikah lagi, siapa yang buka warung baru dan sejenisnya".
"Masih banyak media lain Sa", senyumnya.
30 menit kemudian, kami akhiri diskusi ini dengan berpelukan. Kami lalu saling mendoakan untuk bisa menjadi ahli surga. Amien.
Setelah diskusi panjang dengan sahabat beberapa minggu lalu bagaimana komunikasi melalui media sosial seperti Fesbuk bisa mendatangkan mudharat dibandingkan kebaikan, saya akhirnya kembali membuka security setting fesbuk.
Deaktivasi ... Tidak.. Deaktivasi...Tidak.. Deaktivasi... Tidak... Deaktivasi.....
Ergggghhhhh... bagaimana mungkin mo deaktivasi sementara request friends 200an belum juga tersentuh... Tapi bener juga kata sobatku itu. Fesbuk bisa menjadi etalase kehidupanku bila tidak bijak menggunakannya.
Baiklah, karena hati masih galau dan bimbang antara fesbuk ini masuk dalam era kekinian atau kekunoan, saya akhirnya tidak memilih melakukan deaktivasi fesbuk seperti yang dilakukan sahabat saya sejak beberapa tahun silam itu. Saya memilih membatasi akses orang bisa menulis dalam wall saya, termasuk meng-tag saya dalam foto.
Frens,
Bukan mau menutup diri. Daripada gue buat akun baru dan cuman invite 20 orang saja, kan kagak lucu bingit tuh. Lebih baik saya memulai filterisasi. Sambil memulai media lain
Apapun pilihan kamu dalam mengekspresikan eksistensi dirimu, jangan lupa tunjukkan eksistensimu kepada Sang Pencipta yaaa.....
Nb.
Sebenarnya banyak sekali yang ingin saya share dalam diskusi media sosial dengan sahabat saya ini. Tapi karena saya menulis blog ini disambi rapat, maka tulisan ini saya akhiri sampai disini dulu. Nanti saya akan edit lagi bila ada waktu.
Selamat beraktivitas lagi kawan.....
0 comments:
Post a Comment
dear sahabat ....
thanks to respond my article in "It's my World". Hopefully, your feedback can make the contents of this site more meaningful. Sincerely, - nhirany -