Setelah beberapa bulan saya selesai melangsungkan pernikahan, saya sempat menempatkan nama suami dibelakang nama. Tadinya mau ikut tren wanita yang melepas masa lajang. Ternyata ini adalah kebiasaan budaya western. Alhamdulillah, saya diingatkan oleh sepupu mengenai hal ini (thank you so much sizta) . Tanpa sengaja, saya mendapat tulisan mengenai pandangan Islam mengenai penempatan nama suami dibelakang nama istri.
Saya ingin membagikan informasi ini agar kesalahan yang saya lakukan tidak terjadi pada saudari muslimahku lainnya.
Setelah menikah, terkadang seorang wanita menambahkan namanya belakangnya dengan nama suaminya.
Dan banyak seorang wanita muslimah setelah menikah, lalu menisbatkan namanya dengan nama suaminya, misalkan : Santi menikah dengan Amiruddin, kemudian ia memakai nama suaminya sehingga namanya menjadi Santi Amiruddin.
Bagaimana pandangan Islam mengenai perihal penamaan ini ?
Dalam ajaran Islam, Hukum Penamaan adalah hal yang penting.
Setiap laki-laki ataupun perempuan hanya diperbolehkan menambahkan " nama ayahnya " dibelakang nama dirinya dan mengharamkan menambahkan nama lelaki lain selain ayahnya dibelakang namanya, meskipun nama tersebut adalah nama suaminya.
Karena dalam ajaran islam.Nama lelaki dibelakang nama seseorang berarti "keturunan atau anak dari lelaki tersebut". Sehingga, tempat tersebut "hanya boleh" untuk tempat nama ayah kandungnya sebagai penghormatan anak terhadap orang tua kandungnya.
Hukum Seorang Wanita Menambahkan Nama Suaminya di Belakang Namanya
Hadist mengenai perihal penamaan ini sangat shahih.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam :
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً
“Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya
“Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah”
Dikeluarkan oleh Muslim dalam al-Hajj (3327) dan Tirmidzi dalam al-Wala’ wal Habbah bab Ma ja’a fiman tawalla ghaira mawalihi (2127), Ahmad (616) dari hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Semoga anak-cucu kita sdh lebih benar kelak.
Semoga bermanfaat!!
wah makasih infonya sis, ntar istriku saya minta mencopot namaku dibelakang namanya. Sgt bermanfaat
ReplyDelete