Makasih ya Bi...

Tak banyak yang menyadari arti dirinya pada orang disekitarnya.
Gw masih mengingat ketika suatu hari , sepulang dari kerja, gw dapati bibi (panggilan gw buat my housemaid) sedang asik memunguti batu kecil yang ada diantara beras yang kudapat dari pembagian kantor. Seperti biasanya bibi bertanya padaku,”Mba, hari ini mo dibuatkan apa? Teh atau jeruk hangat?”
“Saya hari ini minum teh saja bi, badan rasanya lagi g enak. Mo istrihat lebih cepat”.
“Loh mba lagi sakit? Mau saya balurkan kayu putih dulu biar tidurnya enak”.
“Iya bi, boleh juga. Makasih banget….”

Ketika bibi asik menggosok punggungku dengan minyak kayu putih, dia bercerita bahwa dia sedang sedih karena merasa hidupnya tidak bermanfaat. Suaminya pergi ntah kemana, sudah 2 tahun meninggalkannya tanpa berita, dan dia harus membesarkan 2 orang anaknya sendirian. “Hidupku terasa tidak berarti, aku seperti tidak di hargai….”, ucapnya lirih.

“Seeeepppppppp”, mataku cling-cling, otakku berbinar-binar.
(eh, ini ungkapannya kayaknya kebalik ya).

Perkataan bibi barusan mengingatkan aku akan sesuatu.
Tiba-tiba aku bangkit dari tempat tidur, langsung memeluknya.
“Bi, maaf ya.. bila perlakuanku mungkin tidak berkenan sehingga bibi merasa seperti ini”
“Lo mba, kok bisa berkata seperti itu? Saya ini sedang cerita suasana dirumah. Kalau disini saya suka kok bekerjanya. Mbanya baik dan tidak galak”.
(emang sebangsa herder ya, harus galak)

Lalu, gw mengingatkan bibi tentang beberapa peristiwa yang mengungkapkan betapa pentingnya hadir dia untuk saya. Nah, sekarang kebalikan, mata bibi yang berbinar-binar, tidak menyangka pentingnya dia.

Untungnya acara ini tidak berakhir seperti film india pada umumnya, nyanyi dan nangis...

Sahabat,
Kisah singkat diatas, gw bagi untuk kalian karena terkadang kita lupa mengungkapkan rasa ‘terimakasih’ kita kepada siapa saja disekitar kita atas keberadaan mereka. Manusia pada dasarnya perlu pengakuan sebagai bentuk eksistensi dirinya. Ntah itu kerjanya security, housemaid, operator, receptionist, manager, director, udztad, pendeta, presiden, anak, istri, suami, cucu dan sebagainya.

Apapun perannya , kita ucapkan terimakasih dengan tulus, akan membuat hidup seseorang berarti.
Tapi jangan lebay (istilah anak sekarang untuk kata ‘berlebihan’) juga ya… Akan terasa bedanya bila ‘terimakasih ya’ diucapkan dengan tulus atau ada udang dibalik bakwan.

Ucapan terimakasih ini tidak harus dari muda ke yang tua, dari miskin ke yang kaya, dari operator ke manajer, dari babu ke majikan. Ucapan ini tidak memandang jumlah harta, warna kulit, suku, usia, ataupun keturunan. Tidak diucapkan ketika ingat harus terlihat baik didepan seseorang atau untuk menjaga image (istilahnya jaim) dan terlihat wibawa. Ia diucapkan dengan spontan dari hati. Ucapan ini pun bisa menunjukkan karakter seseorang.

Jadi tak perlu heran , bila suatu saat kalian melihat gw bisa akrab dengan mereka yang ter’marjinal’kan oleh kasta fiktif yang terciptakan oleh manusia.

Bagiku hidup ini sebuah perjalanan. Kita yang tentukan saat orang tua melepaskan kita dari busur panahnya. Diri kita pula lah yang bertanggung jawab memberi arti didalamnya.

Bagiku, berada diantara mereka membuat aku menemukan arti hadir aku di dunia ini. Aku benci berpisah dengan mereka, tetapi aku sadar setiap perpisahan akan mempertemukan aku kembali dengan mereka walau dalam wujud rupa yang berbeda.

Selamat menikmati perjalanan hidup............