Black in News : “Ran, bisa g ketemunya hari ini? Saya besok ada meeting mendadak”, begitu bunyi pesan singkat di YM ku.
“Oke, klo gitu lima belas menit lagi gue nyampe sana. Soalnya aku kudu balik arah nih", jawabku.
Tidak terasa 3 jam sudah kami menghabiskan waktu di kedai kopi ini. Ditemani dua piring pisang bakar dicampur es krim, menambah suasana diskusi lebih santai. Mulai dari bahasan ngalor ngidul hingga berakhir pada kesimpulan bisnis wisata olahraga ekstrim di Pulau Dewata akan dijalankan mulai 3 bulan lagi, membuat aku dan Rio mematangkan segala rencana yang sudah kami susun sejak 6 bulan terakhir ini.
Ya.... Rio yang akan mengurus operasional disana, sementara aku fokus pada pemasarannya.
“Oke Ri, gue rasa work plan ini sudah cukup. Sementara loe berada disana, kita komunikasi via internet saja”, ujarku sambil menutup layar MacBook®.
“Oke Ran, kalau gitu gue temanin sampai depan ya, buat nyegat taksi”, ujar Rio.
”Kagak usah, gue lagi mo naik public transportation aja. Pengen tau suasana di terminal jam segini”, jawabku sambil membayar tagihan makanan.
Biasanya bila ku pulang selarut ini, taksi menjadi pilihan utamaku, tapi ntah mengapa hari ini ku ingin sekali pulang melalui terminal. Segera kucegat angkutan berwarna hijau yang melaju pelan menuju arah terminal yang biasa kulalui setiap harinya.
Di dalam bis kota
”Duh, nih orang tega banget merokok, asapnya dibuang kearahku”, gumanku kesal sambil menatap djarum black yang terselip diantara jemari tangan kirinya. Kelihatannya dia sangat menikmati cita rasanya, hingga tidak menyadari seseorang mulai tersengal oleh ulahnya. Ergghh...
Untuk mengalihkan gangguan lokal ini, kuraih telpon genggam hitam dari dalam tas. Kumainkan sejenak, menyapa mereka yang masih online. Rupanya saking keasyikan dengan si hitam, ku tidak menyadari bis telah tiba diterminal.
”Mba mo turun dimana? Ini dah akhir terminal”, tanya kondektur.
”Oh, Saya turun sini Bang. Makasih ya Bang .... ”
Telepon ku masukkan kembali ke saku depan tas biruku. Sepanjang koridor bis, pemandangan terasa lengang. Suasana yang berbeda bila koridor ini kulewati dipagi hari, penuh dengan kerumunan manusia yang bergerak satu arah, seragam dengan kecepatan dua meter per detik, saling berebutan bis untuk mengejar kursi yang terkadang sudah tidak nyaman untuk diduduki.
Kutelusuri koridor sejauh delapan puluh meter ini sambil memperhatikan perubahan suasana yang terjadi.
Disisi-sisi pinggirnya, beberapa kaum tunawisma tampak mulai berbenah diri membuka bekal makan malam. Sebagian dari mereka sudah menggelar kasur empuk setebal satu sentimeter ini. Ya..., bagi mereka tidur beralaskan kartun ini seperti tidur di atas springbed (tempat tidur dengan kasur yang empuk setebal 15 sentimeter, red).
Setelah keluar dari koridor bis, ku memasuki sebuah jalan diujung mall terbesar dikawasan ini. Jalan dengan lebar 10 meter ini menjadi sesak oleh mobil dan motor.
Hmm, tidak biasanya jalan ini menjadi sempit hingga badanku yang super duper ramping saja, kesulitan menembus sela-sela mobil.
Perlahan kuperhatikan deretan mobil-mobil sepanjang jalan ini. Bisa kupastikan penghuni mobil ini termasuk orang penting, melihat mobil buatan jepang ataupun eropah dengan harga diatas setengah milyar berjejer rapi. Bahkan dari platnya terdapat kode ’CD’.
”Ah biasa aja neng , jam segini mah memang ramai, apalagi ini menjelang libur panjang. Banyak barang bagus”, jawab Pak Yayan, begitu tulisan nama yang terpajang diseragamnya.
Ya, sepanjang jalan ini nyaris klub malam semua bertuliskan kata-kata dari negeri matahari terbit. Nama klubnya pun seragam menggunakan lampu berwarna biru dan merah. Ntah mengapa dua warna itu yang dominan, mungkin bagi kepercayaan mereka kedua warna ini memberikan keberuntungan.
Benar juga kata Pak Yayan, barang yang keluar rata-rata tipe high-end. Warna kulit putih bersih dengan tinggi semampai, ukuran badan ramping dan rambut tergerai lurus dibawah bahu, membuat pria yang separuh baya berjalan disampingnya menjadi sangat nyaman melingkarkan tangannya di pinggang sang gadis.
Dari model baju, tas tali berinisial LV dan aroma parfum Hugo membuat mereka bagaikan apel merah mengundang batu.
Ooh... rupanya dilingkungan sekitarku tinggal, ada sisi malam yang belum kukenal.
“Demmm..., sudah jam sebelas malam”, sontakku melihat jam tangan yang menggelung manis ditangan kiriku. Ya, aku bisa melihat angka yang tertera pada jam ini karena ia memiliki efek fospor.
Bergegas kupacu langkahku, agar aku tidak perlu loncat pagar untuk menikmati nyamannya springbedku.
Padahal masih banyak hal yang menarik yang kulihat dijalan ini. Lain waktu, ku akan kembali untuk melanjutkan pengamatanku tentang sisi malam yang belum kukenal.
0 comments:
Post a Comment
dear sahabat ....
thanks to respond my article in "It's my World". Hopefully, your feedback can make the contents of this site more meaningful. Sincerely, - nhirany -